Terapi autis remaja - Kamu pasti sering dengar yang namanya disleksia. Nah, ada lho 'saudaranya' yang nggak kalah penting, namanya diskalkulia. Sederhana saja, ini itu gangguan belajar yang bikin seseorang susah banget buat berurusan sama angka, konsep matematika, atau hitung-hitungan. Tapi, parahnya, banyak banget kasus diskalkulia ini yang nggak ketahuan alias luput dari deteksi. Kenapa bisa begitu? Yuk, kita bongkar bareng.
Iya, jujur saja, diskalkulia ini kalah populer dari disleksia. Meskipun sama-sama specific learning disorder, diskalkulia itu jarang dibahas. Dampaknya, pengetahuan orang tua dan guru tentang gangguan ini minim banget. Mereka sering mikir, kalau anak nggak bisa matematika, itu cuma karena malas atau kurang latihan. Padahal, harus kamu tahu, kesulitan parah dalam berhitung itu bisa jadi pertanda ada masalah di saraf, bukan sekadar kurang semangat belajar.
Terus, ada juga salah persepsi yang sudah mendarah daging. Banyak orang mengira anak yang payah matematika itu artinya dia "kurang cerdas" di bidang itu. Padahal, diskalkulia itu kondisi neurologis, lho. Otak mereka itu punya cara kerja yang beda dalam memproses angka dan logika. Anak yang diskalkulia bisa saja sangat pintar di pelajaran lain, tapi memang 'jeblok' kalau sudah ketemu angka.
Masalah lain datang dari tenaga pendidik kita. Banyak guru belum punya skill yang cukup buat mengenali tanda-tanda diskalkulia. Jadi, anak yang kesulitan berhitung sering dilabeli "malas", "kurang fokus", atau "nggak niat usaha". Kalau dilihat lebih jeli, bisa jadi kesulitan itu muncul karena faktor saraf dan otak, bukan dari kemauan.
Soal diagnosis? Wah, ini lebih rumit lagi. Sampai sekarang belum ada patokan global yang benar-benar seragam untuk menentukan diskalkulia. Di kalangan profesional sendiri, penentuan diagnosisnya bisa beda-beda. Idealnya, yang periksa itu psikolog klinis atau pendidikan yang memang ahli di gangguan belajar. Tapi, kamu bisa bayangkan sendiri, di Indonesia, apalagi di daerah-daerah, jumlah ahli seperti ini masih terbatas banget. Akses ke layanan profesional jadi susah.
Sistem pendidikan kita seringkali terlalu fokus ke hafalan dan kecepatan menghitung. Ini bikin anak dengan diskalkulia makin susah terdeteksi. Mereka mungkin bisa saja menghafal rumus, tapi nggak benar-benar mengerti arti angka itu.
Lama-lama, hal ini menimbulkan tekanan emosional, seperti kecemasan berlebihan pada matematika (math anxiety), frustrasi, dan rasa rendah diri. Yang menyedihkan, emosi negatif ini sering dianggap sebagai penyebab mereka nggak bisa matematika, padahal sebaliknya: itu adalah akibat dari gangguan yang mereka alami.
Diskalkulia nggak selalu kelihatan sama di setiap anak. Ada yang bingung nilai tempat, ada yang nggak ingat rumus, ada juga yang kesulitan membedakan arah atau urutan. Gejala yang beda-beda ini bikin deteksi dini jadi makin sulit. Apalagi kalau anak itu punya gangguan lain juga (kayak disleksia atau ADHD), diskalkulia mereka seringkali tertutup dan nggak terdiagnosis.
Terakhir, faktor sosial dan ekonomi juga berperan. Keluarga yang terbatas ekonominya mungkin nggak punya uang buat konsultasi ke psikolog atau evaluasi khusus. Akhirnya, kondisi anak nggak teridentifikasi sejak awal dan nggak dapat penanganan yang tepat.
Banyaknya kasus diskalkulia yang nggak terdeteksi ini disebabkan kombinasi dari kurangnya kesadaran, salah persepsi, proses diagnosis yang ribet, dan terbatasnya akses ke ahli. Padahal, kalau saja gangguan ini bisa dikenali lebih awal, anak-anak yang mengalaminya bisa dapat terapi dan dukungan yang pas. Mereka bisa tetap berkembang dengan baik, nggak cuma di akademik.
Baca juga Kesalahan Konsep yang Umum Terjadi pada Diskalkulia
Buat kamu yang lagi cari pendekatan lain, yang mungkin out of the box untuk bantu anak dengan gangguan belajar seperti diskalkulia, Medical Hacking bisa jadi pilihan.
Rumah Terapi Medical Hacking ini menawarkan pendekatan alami, tanpa obat. Mereka pakai metode khusus seperti Alignment Postural buat memperlancar aliran darah dan oksigen ke area otak yang terkait sama kemampuan literasi dan koordinasi. Ada juga Neuro-Release yang targetnya area otak buat bicara, pemahaman, dan kemampuan baca-tulis.
Nggak cuma itu, Medical Hacking juga fokus ke Nutrisi Personalisasi, yaitu kasih nutrisi yang memang dibutuhkan tubuh anak kayak omega-3, vitamin D3, kolin, dan magnesium, tujuannya buat support perkembangan otak. Mereka juga pakai pendekatan kayak STIFIn dan Wu Xing buat mencocokkan gaya belajar anak, ditambah prinsip TCM Zang Fu buat menyeimbangkan fungsi organ yang berhubungan sama kecerdasan dan fokus.
Kalau kamu lagi mencari solusi yang menyeluruh dan alami untuk bantu anak menghadapi tantangan belajarnya, Medical Hacking bisa kamu pertimbangkan sebagai alternatif. Oh ya, Medical Hacking juga telah membuka terapi abk jakarta jadi bagi siapa saja yang mengalami masalah tersebut silahkan konsultasi langsung bersama medical hacking!!
